Virus Corona Penyebab Penyakit Mematikan Dunia
Sindrom coronavirus pernafasan akut yang parah / severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) muncul pada tahun 2002 dari Provinsi Guangdong di Cina (Drosten et al. 2003; Rota et al. 2003). Penyakit ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, menginfeksi lebih dari 8.000 orang dan menyebabkan lebih dari 800 kematian. SARS-CoV menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia, karena perjalanan udara dilarang dan terbatas pada banyak daerah yang terkena dampak. Maskipun epidemi dari SARS-CoV sudah selesai, namun beberapa penelitian sebelum tahun 2014 telah memperingatkan bahwa virus SARS-CoV masih berpotensi menular lagi ke manusia karena banyak kelelawar yang membawa koronavirus dan ditemukan di seluruh dunia, termasuk Amerika Utara (Colorado (Dominguez et al. 2007), Maryland (Donaldson et al. 2010), Kanada (Misra et al. 2009)), Eropa (Jerman (Gloza-Rausch et al. 2008)) dan Afrika (Afrika Selatan (Ithete et al. 2013)) yang memiliki potensi untuk menjadi patogen manusia.
Pada bulan September 2012, coronavirus yang sangat patogen bagi manusia (CoV) muncul di Jeddah dan Arab Saudi dan dengan cepat menyebar ke beberapa negara Eropa, yakni Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) (Anderson dan Baric 2012; Chan et al. 2012; Zaki et al. 2012). Virus ini menyebabkan gejala yang mirip dengan SARS-CoV, namun dengan komponen gejala tambahan dengan gagal ginjal akut (Eckerle et al. 2013). Hingga 15 Mei 2014, telah menginfeksi setidaknya 572 orang dengan tingkat kematian sekitar 30% secara global
Wabah penyakit coronavirus baru-baru ini 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 di Cina telah menjadi perhatian utama bagi komunitas global karena jumlah orang yang terinfeksi virus terus meningkat dan penyebaran geografis yang signifikan. Hingga Maret 2020, WHO melaporkan telah terjadi 167.414 kasus infeksi COVID-19 dengan 6507 di antaranya mengalami kematian.
Beberapa upaya sedang dilakukan untuk menemukan terapi baru terhadap COVID-19. Komisi Kesehatan Nasional China telah merekomendasikan untuk menggunakan protease inhibitor HIV-1, lopinavir, dan ritonavir sebagai ad hoc pengobatan terhadap infeksi sementara. Wang telah menguji tujuh obat yang disetujui secara in vitro terhadap isolat klinis virus (Wang et al. 2020). Penelitian yang kuat pada aspek-aspek lain dari SARS-COV-2, termasuk epidemiologi dan sekuensing genom telah memberikan wawasan yang berguna ke dalam pengetahuan mengenai virus ini (Chan et al. 2020; Lu et al. 2020).
Struktur Penting dan Potensi Penghambatan Virus Corona
Seperti jenis CoV lain, SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2 saling terkait dan memiliki poliprotein non struktural (pp1a dan pp1ab) yang mirip, karena dibelah dan digandakan oleh dua poliprotein besar protease sistein, yaitu, papain-like protease (PLpro) dan 3-chymotrypsinlike-like protease (3CLpro). Aktivitas proses poliprotein virus sangat penting untuk pematangan dan infektivitas virus (Chen, Liu, dan Guo 2020). Karena peran penting yang dimainkan kedua protease ini dalam siklus hidup virus, sehingga PLpro dan 3CLpro adalah target penting untuk desain obat antivirus.
PLpro dari coronaviruses (CoVs) melakukan pematangan proteolitik protein non-struktural yang berperan dalam replikasi virus dan melakukan deubiquitinasi faktor sel inang untuk menghentikan inhibitor antivirus. PLpro bekerja bersamaan dengan nsp4 dalam perakitan vesikel membran ganda sitoplasma yang diinduksi oleh virus yang diperlukan untuk replikasi virus. Aktivitas PLpro ini sangat berlawanan dengan induksi imun natural interferon tipe I dengan menghalangi fosforilasi, dimerisasi dan translokasi nuklir host IRF3. Sehingga, PLpro juga mencegah pensinyalan NF-kappa-B. Karena PLpro memiliki aktivitas deubiquitinase dan deISGylating, kami memilih SARS-CoV-2 PLpro untuk menseleksi obat-obatan yang disetujui FDA untuk menemukan terapi yang potensial. Alignmentasi beberapa urutan domain katalitik PLpro dari genom virus SARS-CoV-2 dengan virus corona lainnya menunjukkan kesamaan mereka seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Penjajaran urutan ganda dari domain katalitik protease seperti papain (PLpro) dari berbagai coronavirus (Arya et al. 2020).
Pengembangan Obat-obatan Potensial Antivirus SARS-CoV-2
Model homologi berada dalam konformasi flap tertutup dengan skor GMQE dan QMean (Benkert, Tosatto, dan Schomburg 2008) masing-masing sebesar 0,95 dan -0,22. Model homologi dapat mengakomodasi ligan dari template dengan baik. Oleh karena itu, ligan templat (penghambat SARS-CoV PLpro) digunakan untuk menentukan situs pengikatan untuk docking. Situs pengikatan berisi kantong S3 / S4 yang lebih luas, daripada kantong S1 / S2 restriktif yang dekat dengan residu katalitik. S3 / S4 berisi residu Asp164, Val165, Arg166, Glu167, Met 208, Ala246, Pro247, Pro248, Tyr 264, Gly266, Asn267, Tyr 268, Gln269, Cys217, Gly271, Tyr273, Thr301 dan Asp302. Semua set diseleksi menurut afinitas pengikatan. Tiga puluh empat obat memiliki afinitas pengikatan lebih baik dari 100 μM tanpa regangan torsional, bentrokan intra-dan antar-molekul. Senyawa ini kemudian diperiksa secara visual. Dari tiga puluh empat obat, nilai efisiensi ligan (LE) adalah +2 untuk sepuluh obat, +1 untuk empat belas obat, dan 0 untuk tujuh obat. Obat yang memiliki nilai LE negatif disisihkan.
Di antara obat yang dipilih, terdapat beberapa anestesi, agen antineoplastik, penekan nafsu makan, salep kulit, agen pencitraan diagnostik dan obat tidak cocok lainnya, dan karenanya dikeluarkan dari pertimbangan. Akhirnya, enam belas obat dipilih dengan afinitas pengikatan yang diperkirakan dalam kisaran 8 nM hingga 100 μM, tidak memiliki regangan torsi, benturan intra-dan antar-molekul. Inhibitor yang menjanjikan dari SARS-CoV-2 PLpro ini tercantum pada Tabel 1
Table 1 Enam belas obat-obatan yang disetujui FDA menunjukkan afinitas terbaik bagi SARS-COV-2 PLpro (Arya et al. 2020)
Nama |
Mengikat Afinitas |
LE |
Aplikasi Saat Ini |
1. Biltricide |
8 nM-8 µM |
+ |
Anthelmintik |
2. Cinacalcet |
26 nM-3 µM |
0 |
Calcimimetic, untuk mengobati
|
hiperparatiroidisme
|
3. Procainamide |
30 nM-3 µM |
++ |
Antiaritmia |
4. Terbinafine |
33 nM-3 µM |
+ |
Anti jamur |
5. Pethidine |
53 nM – 5 μM |
+ |
Analgesik narkotik |
6. Labetalol |
113 nM-11 µM |
0 |
Untuk mengobati hipertensi |
7. Tetrahydrozoline |
137 nM -14 μM |
++ |
Obat tetes mata bebas dan semprotan hidung |
8. Ticlopidine |
160 nM-16 µM |
+ |
Penghambat agregasi platelet. |
9. Etoheptazin |
163 nM-16 µM |
+ |
Analgesik opioid |
10.Levamisole |
259 nM-26 µM |
++ |
Antihelminthic digunakan untuk infeksi parasit, virus, dan bakteri. |
11.Amitriptyline |
466 nM-46 µM |
0 |
antidepresan dengan sifat analgesik |
12.Naphazoline |
697 nM-69 µM |
+ |
Dekongestan dalam obat tetes mata yang dijual bebas dan sediaan hidung. |
13.Formoterol |
716 nM-71 µM |
0 |
Penatalaksanaan COPD dan asma. |
14. Benzylpenicillin |
718 nM-71 µM |
0 |
Antibiotik spektrum sempit |
15. Chloroquine |
858 nM-85 µM |
0 |
Agen antimalaria |
16. Chlorothiazide |
939 nM-93 µM |
+ |
Diuretik |
Menariknya, analisis ini mengambil obat anti-malaria, Chloroquine , sebagai penghambat potensial dari virus PLpro. Aktivitas anti-virus Chloroquine telah dilaporkan sebelumnya (Savarino et al. 2006; Yan et al. 2013). Baru-baru ini, China telah merilis beberapa uji coba obat pada pasien setelah terbukti memblokir infeksi SARS-CoV-2 pada konsentrasi mikro-molar rendah (EC 50: 1,13 μM) dalam percobaan kultur sel (Wang et al. 2020). Ditemukan bahwa Chloroquine bekerja melawan infeksi virus pada tahap awal, juga pada tahap pasca masuk. Kemungkinan bahwa efek Chloroquine selama tahap pasca masuk dapat dimanifestasikan melalui penghambatan protein virus penting, PLpro. Molekul menarik lainnya yang diambil dalam analisis ini adalah formoterol, yang melemaskan otot-otot di saluran udara untuk meningkatkan pernapasan dan digunakan sebagai bronkodilator dalam pengelolaan penyakit paru obstruktif kronik / chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dan asma. Obat ini akan memiliki efek sinergis dalam merawat pasien jika juga menghambat aktivitas virus PLpro.
Sementara pencarian terapi pengobatan terhadap COVID-19 terus berlanjut, akan membutuhkan waktu bagi obat-obatan tersebut hingga terbukti secara klinis. Oleh karena itu, dalam mengeksplorasi potensi obat yang ada dibutuhkan pendugaan secara rasional dengan mengasumsikan signifikansi pada parameter tertentu. Studi in silico ini menunjukkan bahwa enam belas obat yang disetujui FDA tersebut (Gambar 2) berpotensi menghambat SARS-CoV-2 PLpro, kemudian semuanya harus dievaluasi dalam kultur virus untuk menilai efektivitasnya.
Chloroquine sebagai Obat Potensial dalam Melawan SARS-CoV-2
Chloroquine adalah kelas obat-obatan yang biasa dipakai untuk mengobati malaria dan penyakit amebiasis. Karena keunikannya dalam melawan virus, Chloroquine telah diteliti potensinya dalam pengobatan SARS-CoV yang pertama muncul di Cina 2002 silam (Blau dan Holmes 2001; Kono et al. 2008; Vincent et al. 2005).
Chloroquine adalah bentuk dari amin acidotropik dari tanaman kina yang disintesis di Jerman oleh Bayer pada tahun 1934 dan muncul sekitar 70 tahun yang lalu sebagai pengganti yang efektif untuk kina alami (Parhizgar 2017). Kina adalah senyawa yang ditemukan di kulit pohon Cinchona yang berasal dari Peru dan juga banyak ditemukan di Indonesia merupakan obat pilihan sebelumnya untuk melawan malaria. Selama beberapa dekade, Chloroquine adalah obat terdepan dalam pengobatan dan profilaksis malaria yang merupakan salah satu obat yang paling diresepkan di seluruh dunia. Chloroquine dan hydroxy Chloroquine memiliki keluarga molekul yang sama. Hydroxy Chloroquine berbeda dari Chloroquine karena sifatnya yang lebih rendah tingkat toksifisitasnya, sehingga lebih dapat digunakan dalam dosis tinggi untuk jangka waktu lama dengan toleransi yang sangat baik.
Secara in vitro, Chloroquine muncul sebagai agen bioaktif serbaguna yang dilaporkan memiliki aktivitas antivirus terhadap virus RNA yang beragam seperti virus rabies(Tsiang dan Superti 1984), virus polio (Kronenberger, Vrijsen, dan Boeyé 1991), HIV (Tsai et al. 1990), virus hepatitis A (Superti et al. 1987), virus influenza A H5N1 (Yan et al. 2013), virus Chikungunya (De Lamballerie et al. 2008), dan virus dengue (Randolph, Winkler, dan Stollar 1990).
Baru-baru ini, Pusat Pengembangan Bioteknologi Nasional China mengindikasikan bahwa Chloroquine adalah salah satu dari tiga obat dengan profil yang menjanjikan terhadap coronavirus SARS-CoV-2 baru yang menyebabkan COVID-19. Pemakaian ulang Chloroquine diselidiki di rumah sakit di Beijing, di provinsi Hunan, China tengah, dan Provinsi Guangdong di Cina Selatan. Menurut laporan pendahuluan [50,51] dari pihak berwenang Cina yang menyarankan bahwa sekitar 100 pasien yang terinfeksi yang diobati dengan Chloroquine mengalami penurunan demam yang lebih cepat dan peningkatan citra X-ray paru-paru dengan komputer (CT) dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk pulih dibandingkan dengan kelompok kontrol dan tanpa efek samping serius yang jelas. Dewan penasehat medis China telah menyarankan inklusi Chloroquine dalam pedoman perawatan COVID-19. Akibatnya, Chloroquine mungkin adalah molekul pertama yang digunakan di Cina dan beberapa negara lain di garis depan untuk pengobatan infeksi SARS-CoV-2.
Namun, obat ini memiliki resiko efek samping retinopati makula dan kardiomiopati (Ratliff et al. 1987). Survei terhadap pasien yang terinfeksi SARS CoV-2 untuk efek samping terapi Chloroquine masih harus dilakukan. Namun, Chloroquine saat ini adalah salah satu kandidat terbaik yang tersedia untuk berdampak pada tingkat keparahan infeksi SARS-CoV-2 pada manusia. Saat ini, setidaknya sepuluh uji klinis sedang menguji Chloroquine sebagai terapi anti COVID-19.
Mekanisme Chloroquine dalam Menghambat Virus
Chloroquine dalam peranannya sebagai antivirus memiliki beberapa mekanisme aksi berbeda sesuai dengan patogen yang diteliti, beberapa di antaranya adalah:

Gambar 2 Schematic representation of the possible effects of chloroquine on the severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) replication cycle. (Devaux et al. 2020)
- Pra infeksi
Chloroquine dapat menghambat langkah sebelum infeksi dari siklus virus dengan mengganggu partikel virus yang mengikat reseptor permukaan sel mereka. Chloroquine terbukti menghambat quinone reductase 2 (Kwiek, Haystead, dan Rudolph 2004) yang terlibat dalam biosintesis asam sialat. Asam sialat adalah monosakarida asam yang merupakan komponen penting dalam pengenalan ligan. Potensi gangguan Chloroquine ini kemungkinan besar dapat diterapkan pada virus HCoV-O43 karena menggunakan gugus asam sialat sebagai reseptor.
- Tahap Awal Replikasi
Chloroquine juga dapat mengganggu tahap awal replikasi virus dengan mengganggu entri virus yang dimediasi oleh endosom dan tergantung-pH dari virus yang terselubung seperti virus Dengue atau virus Chikungunya (Tricou et al. 2010). Chloroquine dapat mengalkaliasi endosom sehingga efektif terhadap virus Chikungunya ketika ditambahkan ke sel Vero. Mekanisme pH dalam masuknya coronavirus ke dalam sel target juga dilaporkan untuk SARS CoV-1 setelah pengikatan reseptor DC-SIGN
- Paska Translasi
Chloroquine juga dapat mengganggu modifikasi protein virus pasca-translasi. Modifikasi pasca-translasi ini, yang melibatkan protease dan glikosiltransferase, terjadi dalam retikulum endoplasma atau vesikel jaringan trans-Golgi dan mungkin memerlukan pH rendah. Chloroquine juga menghambat replikasi virus Dengue-2 dengan mempengaruhi pemrosesan proteolitik normal dari protein prM flavivirus menjadi protein M (Randolph et al. 1990). Akibatnya, infektivitas virus terganggu. Dalam model virus herpes simpleks (HSV), Chloroquine menghambat pertumbuhan dengan akumulasi partikel HSV-1 yang tidak menular dalam jaringan trans-Golgi. Menggunakan coronavirus non-manusia, ditunjukkan bahwa situs intraseluler dari tunas coronavirus ditentukan oleh lokalisasi protein M membrannya yang terakumulasi di kompleks Golgi di luar situs virion budding, menunjukkan kemungkinan tindakan Chloroquine pada SARS. -CoV-2 pada langkah siklus replikasi ini. Baru-baru ini dilaporkan bahwa domain terminal-C dari protein MERS-CoV M mengandung sinyal lokalisasi jaringan trans-Golgi (Perrier et al. 2019).
- Tahap Pematangan Protein
Selain memengaruhi proses pematangan virus, modulasi pH oleh Chloroquine dapat merusak pematangan protein protein (Randolph et al. 1990) dan pengenalan antigen virus oleh sel dendritik, yang terjadi melalui jalur yang bergantung pada reseptor Toll seperti yang membutuhkan pengasaman endosom . Sebaliknya, efek lain yang disebabkan dari Chloroquine pada sistem kekebalan berfungsi meningkatkan produksi antigen terlarut ke dalam sitosol dan peningkatan respon sitositoksik CD8 + Tcell manusia terhadap antigen virus. Dalam model virus influenza, dilaporkan bahwa Chloroquine meningkatkan presentasi silang antigen virus yang tidak bereplikasi oleh sel dendritik menjadi sel T CD8 + yang direkrut ke kelenjar getah bening yang mengeringkan tempat infeksi, menimbulkan respons imun yang melindungi secara luas (Garulli et al. 2013).
Daftar Pustaka
Anderson, Larry J. dan Ralph S. Baric. 2012. “Emerging human coronaviruses – Disease potential and preparedness.” New England Journal of Medicine.
Arya, Rimanshee, Amit Das, Vishal Prashar, dan Mukesh Kumar. 2020. “Potential inhibitors against papain-like protease of novel coronavirus (SARS-CoV-2) from FDA approved drugs.” chemrxiv.org.
Benkert, Pascal, Silvio C. E. Tosatto, dan Dietmar Schomburg. 2008. “QMEAN: A comprehensive scoring function for model quality assessment.” Proteins: Structure, Function and Genetics.
Blau, Dianna M. dan Kathryn V. Holmes. 2001. “Human coronavirus HCoV-229E enters susceptible cells via the endocytic pathway.” in Advances in Experimental Medicine and Biology.
Chan, Jasper F. W., Kenneth S. M. Li, Kelvin K. W. To, Vincent C. C. Cheng, Honglin Chen, dan Kwok Yung Yuen. 2012. “Is the discovery of the novel human betacoronavirus 2c EMC/2012 (HCoV-EMC) the beginning of another SARS-like pandemic?” Journal of Infection.
Chan, Jasper Fuk Woo, Shuofeng Yuan, Kin Hang Kok, Kelvin Kai Wang To, Hin Chu, Jin Yang, Fanfan Xing, Jieling Liu, Cyril Chik Yan Yip, Rosana Wing Shan Poon, Hoi Wah Tsoi, Simon Kam Fai Lo, Kwok Hung Chan, Vincent Kwok Man Poon, Wan Mui Chan, Jonathan Daniel Ip, Jian Piao Cai, Vincent Chi Chung Cheng, Honglin Chen, Christopher Kim Ming Hui, dan Kwok Yung Yuen. 2020. “A familial cluster of pneumonia associated with the 2019 novel coronavirus indicating person-to-person transmission: a study of a family cluster.” The Lancet.
Chen, Yu, Qianyun Liu, dan Deyin Guo. 2020. “Emerging coronaviruses: Genome structure, replication, and pathogenesis.” Journal of Medical Virology.
Devaux, Christian A., Jean-marc Rolain, Philippe Colson, dan Didier Raoult. 2020. “Highlights.” International Journal of Antimicrobial Agents 105938.
Dominguez, Samuel R., Thomas J. O’Shea, Lauren M. Oko, dan Kathryn V. Holmes. 2007. “Detection of group 1 coronaviruses in bats in North America.” Emerging Infectious Diseases.
Donaldson, E. F., A. N. Haskew, J. E. Gates, J. Huynh, C. J. Moore, dan M. B. Frieman. 2010. “Metagenomic Analysis of the Viromes of Three North American Bat Species: Viral Diversity among Different Bat Species That Share a Common Habitat.” Journal of Virology.
Drosten, Christian, Stephan Günther, Wolfgang Preiser, Sylvie Van der Werf, Hans Reinhard Brodt, Stephan Becker, Holger Rabenau, Marcus Panning, Larissa Kolesnikova, Ron A. M. Fouchier, Annemarie Berger, Ana Maria Burguière, Jindrich Cinatl, Markus Eickmann, Nicolas Escriou, Klaus Grywna, Stefanie Kramme, Jean Claude Manuguerra, Stefanie Müller, Volker Rickerts, Martin Stürmer, Simon Vieth, Hans Dieter Klenk, Albert D. M. E. Osterhaus, Herbert Schmitz, dan Hans Wilhelm Doerr. 2003. “Identification of a novel coronavirus in patients with severe acute respiratory syndrome.” New England Journal of Medicine.
Eckerle, Isabella, Marcel A. Müller, Stephan Kallies, Daniel N. Gotthardt, dan Christian Drosten. 2013. “In-vitro renal epithelial cell infection reveals a viral kidney tropism as a potential mechanism for acute renal failure during Middle East Respiratory Syndrome (MERS) Coronavirus infection.” Virology Journal.
Garulli, Bruno, Giuseppina Di Mario, Ester Sciaraffia, Daniele Accapezzato, Vincenzo Barnaba, dan Maria R. Castrucci. 2013. “Enhancement of T cell-mediated immune responses to whole inactivated influenza virus by chloroquine treatment in vivo.” Vaccine.
Gloza-Rausch, Florian, Anne Ipsen, Antje Seebens, Matthias Göttsche, Marcus Panning, Jan Felix Drexler, Nadine Petersen, Augustina Annan, Klaus Grywna, Marcel Müller, Susanne Pfefferle, dan Christian Drosten. 2008. “Detection and prevalence patterns of group I coronaviruses in bats, northern Germany.” Emerging Infectious Diseases.
Ithete, Ndapewa Laudika, Samantha Stoffberg, Victor Max Corman, Veronika M. Cottontail, Leigh Rosanne Richards, M. Corrie Schoeman, Christian Drosten, Jan Felix Drexler, dan Wolfgang Preiser. 2013. “Close relative of human middle east respiratory syndrome coronavirus in bat, South Africa.” Emerging Infectious Diseases.
Kono, Masakazu, Koichiro Tatsumi, Alberto M. Imai, Kengo Saito, Takayuki Kuriyama, dan Hiroshi Shirasawa. 2008. “Inhibition of human coronavirus 229E infection in human epithelial lung cells (L132) by chloroquine: Involvement of p38 MAPK and ERK.” Antiviral Research.
Kronenberger, P., R. Vrijsen, dan A. Boeyé. 1991. “Chloroquine induces empty capsid formation during poliovirus eclipse.” Journal of Virology.
Kwiek, Jesse J., Timothy A. J. Haystead, dan Johannes Rudolph. 2004. “Kinetic Mechanism of Quinone Oxidoreductase 2 and Its Inhibition by the Antimalarial Quinolines.” Biochemistry.
De Lamballerie, Xavier, Véronique Boisson, Jean Charles Reynier, Sébastien Enault, Rémi N. Charrel, Antoine Flahault, Pierre Roques, dan Roger Le Grand. 2008. “On chikungunya acute infection and chloroquine treatment.” Vector-Borne and Zoonotic Diseases.
Lu, Roujian, Xiang Zhao, Juan Li, Peihua Niu, Bo Yang, Honglong Wu, Wenling Wang, Hao Song, Baoying Huang, Na Zhu, Yuhai Bi, Xuejun Ma, Faxian Zhan, Liang Wang, Tao Hu, Hong Zhou, Zhenhong Hu, Weimin Zhou, Li Zhao, Jing Chen, Yao Meng, Ji Wang, Yang Lin, Jianying Yuan, Zhihao Xie, Jinmin Ma, William J. Liu, Dayan Wang, Wenbo Xu, Edward C. Holmes, George F. Gao, Guizhen Wu, Weijun Chen, Weifeng Shi, dan Wenjie Tan. 2020. “Genomic characterisation and epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and receptor binding.” The Lancet.
Misra, Vikram, Timothy Dumonceaux, Jack Dubois, Craig Willis, Susan Nadin-Davis, Alberto Severini, Alex Wandeler, Robbin Lindsay, dan Harvey Artsob. 2009. “Detection of polyoma and corona viruses in bats of Canada.” Journal of General Virology.
Parhizgar, Arezoo Rafiee. 2017. “Introducing new antimalarial analogues of chloroquine and amodiaquine: A narrative review.” Iranian Journal of Medical Sciences.
Perrier, Anabelle, Ariane Bonnin, Lowiese Desmarets, Adeline Danneels, Anne Goffard, Yves Rouillé, Jean Dubuisson, dan Sandrine Belouzard. 2019. “The C-terminal domain of the MERS coronavirusMprotein contains a trans-Golgi network localization signal.” Journal of Biological Chemistry.
Randolph, Valerie B., Gunther Winkler, dan Victor Stollar. 1990. “Acidotropic amines inhibit proteolytic processing of flavivirus prM protein.” Virology.
Ratliff, Norman B., Melinda L. Estes, Jonathan L. Myles, Earl K. Shirey, dan James T. McMahon. 1987. “Diagnosis of Chloroquine Cardiomyopathy by Endomyocardial Biopsy.” New England Journal of Medicine 316(4):191–93.
Rota, Paul A., M. Steven Oberste, Stephan S. Monroe, W. Allan Nix, Ray Campagnoli, Joseph P. Icenogle, Silvia Peñaranda, Bettina Bankamp, Kaija Maher, Min hsin Chen, Suxiong Tong, Azaibi Tamin, Luis Lowe, Michael Frace, Joseph L. DeRisi, Qi Chen, David Wang, Dean D. Erdman, Teresa C. T. Peret, Cara Burns, Thomas G. Ksiazek, Pierre E. Rollin, Anthony Sanchez, Stephanie Liffick, Brian Holloway, Josef Limor, Karen McCaustland, Mellissa Olsen-Rasmussen, Ron Fouchier, Stephan Günther, Albert D. H. E. Osterhaus, Christian Drosten, Mark A. Pallansch, Larry J. Anderson, dan William J. Bellini. 2003. “Characterization of a novel coronavirus associated with severe acute respiratory syndrome.” Science.
Savarino, Andrea, Livia Di Trani, Isabella Donatelli, Roberto Cauda, dan Antonio Cassone. 2006. “New insights into the antiviral effects of chloroquine.” Lancet Infectious Diseases.
Superti, Fabiana, Lucilla Seganti, N. Orsi, M. Divizia, Rosanna Gabrieli, dan A. Panà. 1987. “The effect of lipophilic amines on the growth of hepatitis A virus in Frp/3 cells.” Archives of Virology.
Tricou, Vianney, Nguyet Nguyen Minh, Toi Pham van, Sue J. Lee, Jeremy Farrar, Bridget Wills, Hien Tinh Tran, dan Cameron P. Simmons. 2010. “A randomized controlled trial of chloroquine for the treatment of dengue in vietnamese adults.” PLoS Neglected Tropical Diseases.
Tsai, Wen po, Peter L. Nara, Hsiang fu Kung, dan Stephen Oroszlan. 1990. “Inhibition of Human Immunodeficiency Virus Infectivity by Chloroquine.” AIDS Research and Human Retroviruses.
Tsiang, H. dan F. Superti. 1984. “Ammonium chloride and chloroquine inhibit rabies virus infection in neuroblastoma cells.” Archives of Virology.
Vincent, Martin J., Eric Bergeron, Suzanne Benjannet, Bobbie R. Erickson, Pierre E. Rollin, Thomas G. Ksiazek, Nabil G. Seidah, dan Stuart T. Nichol. 2005. “Chloroquine is a potent inhibitor of SARS coronavirus infection and spread.” Virology Journal.
Wang, Manli, Ruiyuan Cao, Leike Zhang, Xinglou Yang, Jia Liu, Mingyue Xu, Zhengli Shi, Zhihong Hu, Wu Zhong, dan Gengfu Xiao. 2020. “Remdesivir and chloroquine effectively inhibit the recently emerged novel coronavirus (2019-nCoV) in vitro.” Cell Research.
Yan, Yiwu, Zhen Zou, Yang Sun, Xiao Li, Kai Feng Xu, Yuquan Wei, Ningyi Jin, dan Chengyu Jiang. 2013. “Anti-malaria drug chloroquine is highly effective in treating avian influenza A H5N1 virus infection in an animal model.” Cell Research.
Zaki, Ali Moh, Sander Van Boheemen, Theo M. Bestebroer, Albert D. M. E. Osterhaus, dan Ron A. M. Fouchier. 2012. “Isolation of a novel coronavirus from a man with pneumonia in Saudi Arabia.” New England Journal of Medicine.